~ Alkitab Kecil Berwarna Biru ~

inspired by a true story….

Katrin berjalan menuju pintu lift dengan langkah kaki yang terasa ‘berat’. Tubuhnya yang tidak tinggi, berkulit sawo matang dan berhidung mancung, matanya yang kecil dengan rambut yang diikat dengan asal-asalan ke atas, sedikit menggambarkan kesan sederhana pada dirinya.

Ia menghentikan langkahnya di depan lift dan menekan tombol disamping pintu lift. kemudian menantikan seperti biasanya saat lift ‘menghitung’ mundur dari lantai 5, 4, 3, 2,1 Ground dan kemudian Basement. Tepat dimana ia berdiri.

“ s’lamat pagi kat,” sapa salah seorang satpam penjaga dari dalam lift.

Disampingnya berdiri salah seorang pegawai wanita di gedung itu, yang bisa dibilang tidak terlalu ramah, tapi cukup familiar di mata katrin, karena hampir setiap hari mereka berada di lift yang sama pada jam yang sama.

Tidak jauh dari pegawai itu, berdiri salah satu kurir pengantar barang yang berdiri dibalik beberapa susunan kardus berisi sepatu dan sandal yang harus dia antarkan entah di lantai 2, 3 , atau 4 dimana banyak terdapat toko-toko sepatu dan sandal, yang jelas tidak mungkin dia mengantarkan itu semua di lantai 5, karena disana adalah pusat untuk makanan.

“ pagi pak…” jawab katrin singkat sambil melangkah dengan hati-hati memasuki lift itu.

“ lantai berapa pak ?” tanya satpam penjaga pada kurir pengantar barang itu.
“ lantai 2”
“ kalau bu jane dan katrin seperti biasanya kan, lantai 3 ?”
“ tidak pak, aku mau ke lantai 5 ” jawab katrin sambil melihat jam pada pergelangan tangannya.
“iya pak, saya juga mau ke lantai 5 ” sambung bu jane.
“ oh iya, ini kan hari jum’at, ada ibadah dulu kan dilantai 5 ?”

Katrin hanya menjawab pertanyaan pak satpam itu dengan mengangguk dan sedikit senyum yang dipaksakannya.

Ya, di gedung mall tempat katrin bekerja sebagai penjaga toko baju ini, memang mengkhususkan para karyawan, tenant, atau pun para pegawai toko di gedung itu untuk bisa bersama-sama beribadah pada jum’at pagi.

Begitu pintu lift terbuka di lantai 5, katrin berjalan seperti biasanya dengan kepala yang tertunduk, melewati beberapa stand-stand makanan yang masih belum dibuka, menuju kursi yang sudah disiapkan untuk beribadah.

Hampir dua bulan lebih ia bekerja di gedung itu dan menghadiri ibadah tiap minggunya. Tapi masih saja ia belum bisa merasa nyaman dengan pandangan-pandangan mata yang terus menerus mengarah padanya setiap kali ia lewat. Dalam pikirannya terus berkecamuk tentang pendapat dan penilaian orang-orang yang melihatnya, atau lebih tepatnya melihat caranya berjalan.

Katrin tahu pasti rasa penasaran, iba, kasihan, atau mungkin merasa ‘aneh’ dengan caranya berjalan dari setiap pandangan mata yang melihatnya. Seolah-olah mereka ingin sekali mengetahui alasan atau sejarah kenapa ia harus berjalan pincang ?

Seperti biasanya katrin mengambil tempat ditengah-tengah urutan kursi-kursi yang telah berjejer rapi. Membuka tasnya untuk mengambil sapu tangan, pena & kertas kecil untuk menuliskan ayat bacaan dan garis besar dari Firman Tuhan yang akan dibacakan, dan tentu saja tidak lupa alkitab kecil berwarna biru yang selalu ‘setia’ berada di dalam tasnya.

Ia melihat beberapa orang pegawai gedung itu mengambil bagiannya masing-masing untuk menyiapkan ibadah pagi itu. Ada yang mengatur beberapa kursi tambahan, ada pula yang memastikan sound dari mike, orgen, dll nya terdengar bagus.

Ya, keputusanku benar, katanya dalam hati. Sudah seharusnya aku berada disini dari pada merenungi nasib dan menyendiri. Hatinya terasa sakit, bahkan sangat sakit. Ia begitu takut ketika keinginannya untuk mati tiba-tiba saja hadir kembali setelah semua hal buruk yang harus ia terima. Lagi.

“ Tolong aku Tuhan …,” bisik katrin dengan suara lirih. Air mata mulai membasahi matanya, tapi dengan cepat dihapusnya sebelum dilihat orang di dekatnya.

Pagi itu ibadah berlangsung dengan baik, tapi entah mengapa itu tidak juga bisa memberikan kelegaan dalam hati katrin? Baik firman, khotbah, dan puji-pujian yang ada, hanya memberikan sedikit kelegaan tapi tidak mampu membawa katrin keluar dari rasa tertekannya. Dan ketika ibadah itu selesai, katrin berjalan masih dengan perasaan yang sama.

“ mengapa… ?” bisiknya dalam hati.

Katrin berjalan berlahan menuju toilet, persis seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. saat itu hanya ia sendiri yang berada di dalam toilet , di bukanya salah satu bilik di dalam toilet itu, mengunci pintunya dan mengambil alkitab kecil berwarna biru, yang selalu setia menemani katrin selama ini.

Ia menutup penutup toilet didepannya, kemudian duduk. Dan memikirkan kembali segala hal yang tak bisa dia cerna dengan mudah. Bercerai ?

“ aku tak bisa lagi mempertahankan rumah tangga kita”
“terserah kamu”
“iya memang terserah padaku, karena bagimu rumah tangga kita memang tidak pernah berarti sejak kau pergi dengan wanita itu kan?”

Kebahagiaan katrin tiba-tiba saja seperti terlepas dari genggaman tangannya ketika kedua orang tuanya memilih untuk berpisah. Apa yang terjadi Tuhan ? bukan kah selama ini mereka baik-baik saja ? mereka memang sering berbeda pendapat, bahkan sering bertengkar sampai berhari-hari, tapi untuk bercerai, itu terlalu jauh untuk dilakukan.

Katrin merasa seperti terhisap masuk kedalam kegelapan. Kegelapan yang membuatnya merasa sesak. ia begitu terpuruk, hatinya sakit…, ya sakit sekali rasanya mengetahui hal ini harus terjadi pada keluarganya. Bahkan papanya sudah tidak lagi tinggal serumah dengan mamanya dan lebih memilih untuk tinggal di tempat bibinya.

Dengan air mata yang tak dapat lagi dibendung, katrin menangis sejadi-jadinya. Kedua tangannya disumpal pada mulutnya agar tidak ada yang bisa mendengar isak tangisnya.

“mengapa Tuhan ?”

Setelah ‘perjalanan’ panjang yang ia tempuh untuk bisa berdiri tegar sampai saat ini, tiba-tiba saja terasa sia-sia dan tidak ada artinya lagi. Bahkan pikirannya sudah tidak bisa lagi menemukan satu alasan kuat yang bisa membuatnya bertahan.

Jari-jari tanganya gemetar saat ia mencoba menyatukan kedua tangannya untuk kembali berdoa.

Ya, berdoa…

Saat itu hanya berdoa yang bisa dipikirkan dan dilakukan katrin. Alkitab kecil berwarna biru, diletakan diatas pangkuannya kemudian kedua telapak tangannya yang telah erat bersatu, diletakan di atas alkitab kecil berwarna biru itu, dan ia pun mulai berdoa.

“ Tuhan….( sejenak katrin tak bisa melanjutkan kata-katanya, hanya air mata yang dapat berbicara dan mengungkapkan, betapa sakit dan pahitnya kenyataan yang harus ia hadapi saat itu. )…tolong bantu aku saat ini…semuanya terlihat salah, semuanya terlihat buruk bagiku Tuhan…apa yang harus aku lakukan ? kenapa masalah seperti ini harus aku hadapi ? jangan tinggalkan aku Tuhan, aku ngga kuat…benar-benar ngga kuat….jangan biarkan masalah ini membuatku menyerah dan kalah. Aku takut Tuhan…, aku begitu takut semua hal ini membuatku men jauh dari-Mu….” katrin kembali tenggelam dalam tangisnya yang tak dapat lagi dikendalikannya.

***

“ Pagi kat” sapa k’meis pada katrin yang berjalan keluar dari toilet.
“ pagi k”
“kamu kenapa kat ? kamu habis nangis ya ?” tanya k’meis saat melihat mata katrin yang sembab.
“ngga kenapa2 kok k…” jawab katrin dengan berpura-pura tersenyum.
“soal masalah yang kemarin ya?” tebak k’meis yang tahu persis apa yang dihadapi katrin.

Katrin menjawab pertanyaan k’meis dengan anggukan pelan. Katrin kemudian segera pamit meninggalkan k’meis sebelum wanita itu kembali bertanya lebih lanjut dan segera mengambil kunci dari dalam tas slempang yang dibawanya untuk membuka pintu toko.

Seperti biasanya, katrin hanya membuka setengah dari pintu toko itu, lampu pun tidak ia nyalakan dan segera berjalan menuju meja kerja tempat dimana boss nya sering duduk dan kembali tertunduk untuk berdoa sebelum memulai aktifitas kerjanya di sepanjang hari itu.

“…berkati kami hari ini, amin.”

Setelah menyelesaikan doa hariannya sebelum bekerja. Katrin melanjutkan aktifitasnya seperti biasa. Meneruskan membuka pintu toko, menyalakan lampu, membersihkan kaca-kaca pada rak sepatu, etalase tas, menyapu dan diakhiri dengan mengepel lantai. Setelah menyelesaikan tugas hariannya, ia kemudian mengambil kursi dan menaruhnya didepan toko untuk duduk disitu menanti para pengunjung untuk mampir ke tokonya.

Siang itu suasana mall tampak sunyi layaknya hari-hari biasa. Boss katrin pun tampaknya akan datang terlambat hari itu. ditemani k’meis, katrin kembali menceritakan permasalahannya pada wanita itu.

“sepertinya mereka akan bercerai k..?” ucap katrin dengan pandangan kosong ke arah beberapa toko didepannya.
“belum tentu juga kat..”jawab k’meis tenang sambil melingkarkan kedua tangannya didada seperti yang selama ini menjadi kebiasaannya.

Seperti halnya katrin, k’meis juga menjadi penjaga salah satu toko sepatu di mall itu. dan kebetulan toko k’meis tepat berada didepan toko katrin. Hal itulah yang membuat mereka berdua menjadi dekat dan saling berbagi kisah hidup masing-masing dikala kesunyian melanda pusat perbelanjaan itu.

“aku juga berharap seperti itu k.., tapi sepertinya, kerusakan yang terjadi dalam keluargaku sudah mencapai ambang yang tak bisa diperbaiki lagi?” dengan suara yang terdengar lesu katrin mengutarakan pemikirannya.

“rumah tangga, tidak bisa dibilang sebuah rumah tangga jika tidak pernah melewati tahap-tahap seperti yang saat ini sedang dihadapi oleh orang tuamu kat. Seiring berjalannya waktu, semua kesalahan, kesalah pahaman dan kebencian, pada akhirnya akan mendatangkan rasa saling membutuhkan dan ketergantungan akan satu dengan yang lain.”

“maksud k’meis apa?”

“dengan bertengkar dan saling berjauhan, mereka akan menyadari kalau sebenarnya mereka saling membutuhkan. Jadi kamu jangan terlalu bersedih saat orang tuamu harus bertengkar seperti itu.” jelas k’meis.

“tapi k, sepertinya sudah tidak ada lagi cinta dihati mereka?”

“Alasan mereka merasa kesal akan kesalahan yang dibuat oleh pasangan, adalah karena mereka sangat menyayangi pasangannya. Marah bukan karena benci, tetapi karena cinta.”

“kenapa cinta harus serumit itu? kalau memang cinta, lalu kenapa disaat bertengkar mereka bisa saling menghina satu sama lain?” tanya katrin dengan kebingungan.

“cinta semasa pacaran dan cinta setelah menjadi pasangan suami istri itu sangatlah berbeda kat. Di saat pacaran kau pasti akan terus memuja dan melakukan semua hal baik untuk pasanganmu. Tapi gaya percintaan orang yang sudah berumah tangga itu 180% jauh berbeda dengan masa-masa pacaran, apalagi kalau rumah tangga itu sudah berjalan selama 20 tahun lebih seperti orang tuamu. Sudah sangat jelas mereka sudah kehilangan kata-kata manis saat berpacaran dulu. Tapi jangan salah, meskipun kata-kata yang mereka lontarkan terhadap satu sama lain itu tidak enak didengar, tapi cinta yang sudah mampu melewati tahun-tahun hidup yang panjang, kekuatannya sangat besar dan itu akan sanggup membawa mereka keluar dari masalah ini. Percayalah.” jelas k’meis yang memang tahu persis semua hal dalam rumah tangga.

“aku hanya takut k…, aku takut kalau mereka akan benar-benar berpisah.”

“ sudalah, percayalah bahwa rasa cinta mula-mula yang tadinya mulai memudar karena dicuri oleh waktu dan kesibukan masing-masing, berlahan akan kembali terapung didalam hati mereka masing-masing. Dan hal itu akan membuat mereka sadar, kalau memang mereka diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Kemampuan seseorang akan sesuatu dapat terus berkembang jika seseorang itu terus melatihnya. Seperti halnya kemampuan, rasa sayang dan cinta juga akan semakin terasa saat mereka mampu untuk melalui masa-masa berat seperti yang orang tuamu alami saat ini kat. ”

Kata-kata k’meis sedikit membuat katrin tenang. Entahlah…., jauh didalam lubuk hatinya, katrin sangat berharap kalau pertengkaran orang tuanya akan segera berakhir dan ia bisa menikmati suasana yang damai lagi saat kembali pulang ke rumah.

Bunyi sms mengalihkan katrin dari pembicaraannya dengan k’meis. Ia mengambil handphonenya dan menatap ke layar hp. Dari mama.

“…jangan lupa telpon papamu dan minta uang…” isi pesan singkat itu.

Inilah hal yang paling dibenci katrin ketika kedua orang tuanya bertengkar. Ia selalu menjadi ‘juru bicara’ diantara mama dan papanya. Katrin selalu menjadi juru bicara ketika salah satu dari orang tuanya ingin menyampaikan sesuatu pada yang lain. Dan hal itu benar-benar sangat dibenci oleh katrin. Ia tidak ingin terlibat diantara pusaran pertengkaran diantara mereka. Bahkan disaat seperti itu, katrin selalu berusaha untuk menghindari kedua orang tuanya agar ia tidak tambah tertekan saat harus mengetahui sampai dimana puncak pertengkaran mereka?

Tapi, seperti tidak memahami perasaannya. Orang tua katrin justru menariknya masuk kedalam pertengkaran mereka dengan menjadikannya ‘juru bicara’.

***

“apa tidak apa-apa kau turun kebawah sendiri?” tanya k’meis sambil memasukan sepatu jualannya kedalam toko.

“iya k, aku bisa kebawah sendiri.” jawab katrin.

Karena keadaannya yang berbeda dengan yang lain, katrin selalu menjadi seseorang yang selalu dijaga dan dilindungi. Ia terlahir dengan keadaan kaki kanan yang jauh lebih pendek dari kaki kirinya. Dan karena itulah ia harus menanggung malu dengan pandangan dan terkadang perkataan orang yang menyebutnya pincang.

Tapi sikapnya yang ramah, sopan, dan jujur. Membuat katrin mudah untuk diterima dan disukai semua orang yang mengenalnya. Itu sebabnya semua orang yang ada disekitarnya pun selalu berusaha untuk bersikap baik. Entah karena rasa kasihan, iba, atau mungkin hanya sekedar simpatik. Tapi katrin berusaha untuk menerima hal itu dengan baik, meskipun dia sendiri merasa tidak nyaman dengan semua perlakuan spesial tersebut.

“tolong antarkan aku ke tempat papa ya om.” Pinta katrin pada ojek yang selama ini mengantar jemputnya dari tempat kerja.
“baiklah.” Jawab om mul ramah.

Ditengah perjalanan, katrin mengirim pesan singkat pada mamanya kalau dia akan menginap ditempat papa. Tapi tidak ada balasan.

Setiba ditempat bibinya dimana papanya tinggal, katrin langsung masuk kedalam kamar dan merebahkan diri. Setengah jam berlalu tiba-tiba katrin dikejutkan oleh suara ribut orang bertengkar dari luar.
Baru saja ia mau melihat keluar, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan yang membuat katrin semakin terkejut adalah orang yang masuk tidak lain adalah mamanya sendiri.

“mama?” ucap katrin dengan wajah terkejut.

“ayo cepat pulang ! Mana tasmu ? ayo cepat, sudah ada yang menunggu diatas untuk mengantar kita pulang” kata mamanya seraya membereskan tas katrin.

Tiba-tiba papa katrin pun menyusul kedalam kamar dan menghalangi wanita separuh baya itu untuk membawa anaknya pulang.

“lepaskan tasnya dan biarkan katrin disini. Jika kau ingin pulang, maka pulang saja sendiri !” ujar papa katrin yang terlihat gusar oleh sikap wanita itu.

“untuk apa mama datang kemari? Bukankah katrin sudah bilang akan menginap di tempat papa malam ini? Jadi untuk apa mama mempermasalahkannya seperti ini?” kata katrin dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“untuk apa kau kemari ?! bukankah sudah mama bilang jangan temui papamu lagi? Dia saja tidak mau peduli dengan keadaan kita dan lebih memilih perempuan itu. dia bahkan tidak mengunjungimu dirumah. Jadi untuk apa kau repot-repot menemuinya disini ?!” bentak wanita itu pada katrin, anaknya.

“apa yang salah dengan hal itu ma..? aku hanya ingin menemui papa, lalu kenapa itu harus menjadi masalah yang besar? Jika kalian ingin bertengkar, silahkan ! tapi jangan bawa aku masuk kedalam pertikaian kalian. Aku muak !” teriak katrin yang sudah tak bisa lagi membendung perasaannya.

“terserah, tapi kau harus ikut mama pulang malam ini. Ayo cepat !” wanita itu terus memaksa katrin sambil menarik tangannya.

Katrin yang merasa muak karena terus dijadikan alasan untuk setiap pertengkaran mereka, mengebaskan tangan mamanya dan memutuskan untuk tetap tinggal.

“aku tidak mau ! jika mama terus memaksaku pulang. Baik, tapi bersiaplah untuk melakukan acara pemakaman ma, karena jika mama terus memaksaku seperti ini. Maka aku lebih baik mati !” ancam katrin.

“tidak masalah, kalau begitu kita akan mati sama-sama malam ini. Jadi ayo pulang !” paksa wanita itu tanpa memperdulikan ancaman katrin.

“bukankah dia sudah mengatakan kalau dia tidak ingin pulang? Jadi biarkan dia dan pergilah dari sini!” bentak papa katrin pada wanita itu.

“diam kau ! semua ini karena ulahmu. Kalau saja kau tidak berselingkuh, mungkin keluarga kita tidak akan hancur seperti ini? Aku sangat menyesal menikah denganmu, seharusnya sejak dulu aku mendengarkan kata-kata orang tuaku untuk segera meninggalkanmu. Dasar pria brengsek !” teriak mama katrin dengan penuh emosi.

“aku juga sudah muak dengan sikapmu yang seperti itu. dan aku juga menyesal sudah menikahi wanita sepertimu !” balas papa katrin yang tidak mau kalah.

“sudah, diam !” teriakan katrin sejenak menghentikan pertengkaran orang tuanya.

“apa kalian menyesal? Apa kalian pikir hanya kalian yang menyesal? Lalu bagaimana denganku? bagaimana dengan perasaanku? Jika harus bicara siapa yang lebih pantas untuk menyesal, maka lihatlah aku !” kata katrin sambil menepuk-nepuk dadanya.

“ aku yang seharusnya menyesal karena harus terlahir sebagai anak kalian ! aku yang lebih pantas untuk menyesal karena pertemuan kalian ! aku yang mestinya menyesal karena pernikahan kalian ! dan aku…, aku yang sepantasnya menyesal karena kalian tidak bercerai saja sebelum aku lahir ! dan untuk semua penderitaan ini, aku sangat-sangat menyesal karena telah menjadi putri kalian !” teriak katrin menjadi-jadi, handphone digenggamannya pun ikut melayang dan jatuh berserakan dilantai.

“seandainya kalian berpisah sejak lama, maka aku tidak akan ada didunia ini. Aku tidak harus menanggung hinaan karena harus hidup sebagai seorang gadis pincang. Dan aku.., aku tidak perlu bertahan dalam keadaan keluarga seperti ini. Tidak seharusnya…ini tidak adil…” isak katrin.

Tidak ada kata yang terucap lagi dari mulut katrin ataupun dari kedua orang tuanya. Saat itu yang terdengar hanyalah isak tangis yang panjang. Kedua orangtuanya hanya bisa memandangi putri mereka, yang ternyata begitu terluka oleh perbuatan mereka sendiri.

***

“aku berangkat kerja dulu ya ce..” pamit katrin pada kaka sepupunya.
“kamu beneran tidak apa-apa kat?” tanya kaka sepupunya dengan wajah cemas.
“ aku ngga apa-apa ko’.., thanks ya udah minjamin aku baju . Nanti aku kembalikan dengan segera.” Jawab katrin dengan menampakan senyum ‘palsu’ untuk menghentikan rasa kawatir dari kaka sepupunya.

Seperti biasanya, katrin berdiri didepan pintu lift. 5, 4, 3, 2, 1, Ground, Basement. Pintu terbuka dan katrin segera menaiki lift dengan beberapa orang lainnya yang sedari tadi menunggu bersama dengannya di basement.

Pusat perbelanjaan itu masih terlihat sepi. Baru beberapa toko yang terlihat sibuk dipagi itu. katrin berjalan menyusuri koridor menuju tempatnya bekerja seperti biasa, dengan kepala yang tertunduk.
Dibenaknya masih tersimpan sisa-sisa pertengkaran semalam. Langkah kakinya terasa berat saat harus berjalan menuju tempatnya mengais rejeki.
Katrin terus memupuk semangat pada batinnya yang mulai kering agar tetap mampu untuk bertahan oleh semua terpaan masalah yang baru saja meluluh lantakan pertahanan terkuatnya. Yaitu keluarga.

Setelah menyelesaikan tugas hariannya membuka, membersihkan, dan menata kembali toko. Seperti biasanya katrin mengambil tempat duduk disudut ruangan toko berdampingan dengan k’meis yang sudah terlebih dahulu berada disana.

“sepulang kerja nanti kau akan pulang kemana? Apa kau akan kembali ke tempat papamu?” tanya k’meis.
“entahlah k..? aku juga tidak tahu harus bagaimana lagi?”
“pulanglah ke tempat mamamu dulu. Meskipun kamu masih kesal, berusahalah untuk tetap bersikap tenang. Kalau sesampai dirumah nanti mamamu masih marah-marah dan mengungkit kejadian semalam, kamu cuek saja dan jangan masukan dalam hati. Lagi pula, mungkin mamamu juga sudah menyesali perlakuannya padamu? Jadi bersikap tenanglah dan pulang ke rumah kat.” Kata k’meis memberi nasehat.

Tidak ada jawaban dari katrin atas nasehat yang diberikan oleh k’meis. Ia justru meminta k’meis untuk menjaga tokonya sebentar. Dan seperti hari-hari sebelumnya, katrin mengambil alkitab kecil berwarna biru dari dalam tas selempang hijau tentara yang sering dibawanya, dan kemudian berjalan menuju ke toilet wanita.

Kebetulan saat itu toilet sedang kosong dan hanya ada katrin seorang diri disana. Dibukanya pintu salah satu bilik dalam toilet itu, menguncinya dari dalam, dan menutup penutup toilet dihadapannya. Kemudian duduk diatasnya.
Alkitab kecil berwarna biru miliknya, ia letakan diatas pangkuan disusul dengan kedua telapak tangannya yang telah erat bersatu. Ia pun berdoa.

“…berikan aku kekuatan ya Tuhan, agar aku mampu untuk bertahan. Ajar aku untuk tabah saat menghadapi sikap kedua orang tuaku yang sama-sama keras. Ajar aku untuk tetap percaya pada keajaiban-MU untuk memulihkan keluargaku. Semuanya terlihat tidak mungkin dimataku, dan memang sungguh akupun selalu merasa tidak mungkin keluargaku bisa dipulihkan? Tapi…, saat ini ya Tuhan.., aku datang dihadapan-MU, untuk menyerahkan segala ketidakmampuanku, semua kekawatiran dan ketakutanku kedalam tangan-MU. ajar aku untuk senantiasa mengucap syukur didalam keadaan apapun yang sedang aku hadapi.dan didalam tangan-MU ya Tuhan, kuserahkan semuanya. Jadilah apapun yang Engkau kehendaki didalam keluargaku, dan aku percaya, apapun itu ya Tuhan. Itulah yang terbaik yang Engkau berikan untukku.amin…”

Ada kelegaan yang mengalir turun menaungi hati katrin. Seketika itu juga bebannya seolah terlepas. Rantai kepahitan dan ketakutan yang selama ini mengikat kuat hati katrin, kini telah hancur berkeping-keping oleh penyerahan total yang ia lakukan pada kekuasaan-NYA.

Dengan perlahan katrin membuka begitu saja alkitab biru kecil yang sedari tadi berada digenggamannya. Pandangannya tertuju pada satu ayat, seolah-olah ada sesuatu yang menuntunnya untuk membaca penggalan ayat tersebut.

Roma 12: 12 “ Bersukacitalah dalam pengharapan , sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa ! “

Air mata kini mengalir deras dipipi katrin. Hatinya bergetar saat membaca penggalan ayat tersebut. Tidak seharusnya ia kawatir, tidak seharusnya ia takut saat berada dalam kesesakan, dan seharusnya ia tenang didalam pengharapan penuh akan janji-janji-NYA.

Saat itu juga katrin seolah menemukan jalan untuk kembali pulang kedalam dekapan Bapa yang telah lama ia lepaskan. Ketakutan dan kekawatiran membentangkan jembatan ketidakpercayaan akan kuasa ALLAH dalam kehidupannya. Dan kini, hanya ada sukacita penuh yang merasuk masuk kedalam setiap sendi tubuhnya.

***

“apa kau sudah memikirkannya dengan baik kat?” tanya k’meis.
“iya k.., aku sudah merasa jauh lebih baik s’karang. Dan aku akan pulang ke tempat mama malam ini.” Jawab katrin dengan senyum yang tidak lagi dibuat-buat.

Katrin menuruni anak tangga kecil yang berada didepan pusat perbelanjaan itu menuju ke tempat dimana ia biasa menunggu jemputan pulang. Ia kembali memikirkan keadaan didalam rumah saat ia pulang nanti, perasaan cemas sesaat mampir menyapanya. Akan tetapi, penggalan ayat dari alkitab kecil berwarna biru yang belum lama dibacanya, mampu menepis kecemasan itu.

“sudah lama menunggu kat ?” tanya om mul memecah lamunan katrin.
“oh…, lumayan om.” Jawab katrin sambil bangkit dari duduknya.
“apa kau akan ke tempat papamu lagi malam ini?”
“tidak om.., antarkan saja aku ke tempat mama.”
“baiklah. Ayo naik.”

Begitu tiba, sebelum katrin masuk ke dalam rumah, ia berpapasan dengan pamannya yang memang sengaja menunggu ia pulang kerja.

“om ?” kata katrin keheranan saat melihat pamannya.
“hei…, kenapa kau baru pulang? Ada yang ingin om sampaikan sama kamu.” Ujar paman katrin dengan penuh semangat.
“kenapa om? Apa ini soal mama dan papa? Apa mereka bertengkar lagi?” tanya katrin dengan suara yang terdengar sedikit kuatir.
“iya, ini tentang mereka. Tapi tidak seperti yang kau bayangkan.” Jawabnya lagi.
“apa maksud om? Aku sama sekali tidak mengerti?” tanya katrin lagi dengan kening mengerut.
“begini kat, Tadi mama dan papamu di ajak mediasi sama ibu pendeta…” ujar paman katrin.
“lalu..?” kata katrin makin penasaran.
“mereka diberkati lagi !” jawab paman katrin singkat.
“apa?” pekik katrin terkejut. “ jadi mereka sudah damai?”
“iya” jawab paman katrin singkat.

Jawaban singkat dari pamannya, membuat katrin tersenyum bahagia atas mukjizat yang tak pernah ia bayangkan bakal terjadi secepat ia berhenti dari rasa takut dan kawatirnya.

Inilah bukti dari kepercayaan penuh yang tak bersyarat, selain terus percaya dan tak kenal lelah dalam menanti sebuah pemulihan itu nyata. Kini katrin mengerti akan maksud dari bersukacita dalam pengharapan, bersabar dalam kesesakan, dan terus bertekun dalam doa.

Karena, ketika ia melakukan semua hal itu, maka dengan sendirinya pintu mukjizat akan terbuka dan mendatangkan pemulihan yang luar biasa, yang tadinya tak pernah terpikirkan akan terjadi.
Karena mukjizat tidak dapat disebut sebuah mukjizat, jika bukan sebuah hal mustahil yang menjadi mungkin.

~ TAMAT ~

4 thoughts on “~ Alkitab Kecil Berwarna Biru ~

  1. Wow than.. ini cerita beking kita pe mata berkaca2.. serius!!
    Thank u so much Than.. bener2 kase kekuatan bahwa doa dengan cucuran airmata dan penuh penyerahan diri seutuhnya kepada TUHAN tidak akan pernah sia-sia. AMIN!

    Thank you so much than.. salam for semua orang rumah ne.. GBU all

  2. k’lid : amin k, hehehe…sebenarnya itu diangkat dari qta p kisah sendiri ( pas menghadapi mama & papa yg kemarin hampir pisah ) tapi Puji Tuhan masih dipersatukan kembali ( itu juga berkat bantuan t’emi & om emil *mama & papa nya k lid hehehe ) justru than banyak trima kasih pa t’emi & om emil yg so berjuang se damai pa mama & papa GOD Bless k’lid & keluarga besar, amiiin 🙂

  3. Tuhan Yesus mau slalu memberikan kekuatan dlm hidupmu Yan. Tetap berpegang teguh sm Dia. Thanks tuk kisah yg sungguh menguatkan iman. Slalu ada pengharapan bila kita benar2 yakin dan percaya di dlm Dia. “Bersukacita dalam pengharapan, bersabar dalam kesesakan, dan terus bertekun dalam doa”. GBU

Tinggalkan komentar