~ The Long Journey To Get Miracle ~ 2

Chapter 1 ( part 2 )

6 januari 1988, aku lahir dengan keadaan normal dan sehat. Kelahiranku menjadi pelengkap sukacita dalam keluargaku yang baru saja merayakan natal dan tahun baru. Sebagai putri ke dua, kelahiranku dirasa cukup untuk melengkapi kebahagiaan mereka yang sebelumnya sudah memiliki seorang putri berusia setahun lebih.

Tapi semua kebahagiaan itu lenyap seiring terlihatnya perbedaan pada pertumbuhanku.

Saat berusia setahun, aku terjatuh saat sedang berlari dan mengalami patah tulang kaki di bagian paha. Awalnya orang tuaku pikir itu hal yang biasa terjadi pada anak seusiaku. Tapi semuanya berlanjut dan membuat orang tuaku mulai merasa cemas, mereka kemudian membawaku ke RS.

Sejak kecelakaan pertama, aku hampir selalu mengalami patah tulang, bahkan dalam setahun aku sampai dua kali mengalami patah tulang, baik itu patah tulang kaki atau tangan tergantung di bagian mana aku mengalami benturan yang keras.

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan foto rontgen sana-sini untuk melihat pertumbuhan tulang-tulangku. Akhirnya dokter memberikan hasil pemeriksaannya hari itu.

“ anak ibu kemungkinan besar mengidap penyakit osteoporosis atau yang selama ini kita kenal dengan kerapuhan tulang. Penyakit osteoporosis adalah penyakit tulang yang membuat tulang menjadi mudah patah, selama belum mudah patah tidak bisa dibilang penyakit osteoporosis. Tapi ujungnya osteoporosis adalah patah tulang..” Sambil melihat-lihat hasil foto rontgenku, dokter rudy mulai menjelaskan penyakitku pada mama.

“ tapi dok, bagaimana bisa anak saya menderita penyakit itu ? dia lahir dengan keadaan sehat dan normal.” Mama sepertinya masih tidak bisa memahami mengapa aku bisa terkena penyakit itu, dan penyakit seperti apa itu?

“Berdasarkan penyebabnya, osteoporosis dibagi menjadi dua yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer berkaitan dengan kekurangan hormon khususnya wanita, dan kenaikan usia serta ketuaan, sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh berbagai keadaan klinis tertentu atau penyakit lain.” jelasnya lagi.

“ tapi dok, seperti yang dokter bilang barusan, faktor seseorang mengidap penyakit ini adalah bertambahnya usia dan ketuaan. Lalu bagaimana dengan anak saya? Bukankah dia masih terlalu kecil untuk bisa terkena penyakit ini?” Tanya mama keheranan.

“kemungkinan besar anak ibu menderita osteoporosis juvenil idiopatik, dimana osteoporosis jenis ini biasa menyerang anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon normal, juga kadar vitamin yang normal. Dan sampai saat ini masih belum bisa diketahui penyebab yang jelas rapuhnya tulang ?” Terang dokter rudy lagi.

“ lalu apa yang bisa kami lakukan agar anak kami bisa sembuh dok ?”

“dengan sangat menyesal saya harus memberitahukan hal ini, tapi penyakit osteoporosis apalagi yang jenisnya idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya, sama sekali tidak ada obatnya. Tujuan pengobatan untuk penyakit osteoporosis adalah untuk menghindari patah tulang, bukan membuat tulang menjadi keras. Dan Gejala-gejala yang akan timbul pada tahap osteoporosis lanjut, adalah patah tulang, punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi badan, dan nyeri punggung.” Jelas dokter panjang lebar tentang penyakit osteoporosis pada mama.

“ jadi apa yang harus kami lakukan saat ini dok ? Apa tidak ada cara lain yang dapat kami tempuh untuk menyembuhkan anak kami ? Dengan rasa khawatir yang mulai memuncak, mama bertanya.

“ pilihan terakhir yang bisa anda ambil adalah melakukan operasi sum-sum tulang belakang. Tetapi resiko kegagalannya lebih besar dari berhasil, dan jika operasi ini gagal maka anak ibu akan mengalami kelumpuhan total pada kedua kakinya. Sebagai dokter saya hanya bisa memberikan pilihan, tapi semua keputusan ada ditangan anda selaku orang tuanya.” Doketr rudy hanya bisa memberikan satu jalan terakhir yang sama sekali tidak memberikan sedikit pun kelegaan di hati mama.

Dengan kekecewaan penuh yang menyelimuti hati, mama berjalan keluar dari ruangan dokter rudy untuk menemuiku dan papa yang berada di kamar pasien anak. Saat itu aku yang sedang terbaring sakit dengan keadaan kaki kanan yang diperban dan lebih tinggi dari kaki kiri karena digantung dengan ujung talinya diberikan beban beberapa buah batu, agar bisa menarik dan menahan tulang kakiku untuk tetap lurus.

Mama menghampiriku dan papa sambil menangis, kemudian memelukku dengan erat. Saat itu usiaku baru menginjak 4 tahun, dan aku sama sekali tak bisa memahami satu hal pun kenapa aku terbaring di tempat tidur itu, dan kenapa tiba-tiba saja mama menangis ?

Kemudian mama dan papa terlihat serius saat membicarakan tentang penyakitku, aku yang kala itu masih balita hanya bisa melihat tanpa bisa mengerti satu hal pun akan keadaan yang aku hadapi saat itu.

Akhirnya mama dan papa memutuskan untuk tidak melakukan operasi sum-sum tulang belakang itu. mereka memutuskan untuk merawatku semampu mereka. Dan mungkin itulah yang membuat mama begitu ketat dalam hal menjagaku, Dia hanya terlalu takut kalau aku harus mengalami patah tulang lagi.

Tapi sekeras apapun mama menjagaku, aku tetap saja mengalami patah tulang. Dan siang itu adalah hari yang bakal aku kenang sebagai hari melanggar nasehat yang berakhir fatal.

Entah karena keadaan tertekan akan pertanyaan-pertanyaan yang tak kujung aku temukan jawabannya atau karena hasratku yang ingin sekali bermain seperti teman-temanku yang lain, aku pun memberanikan diri untuk keluar kelas seorang diri.

Saat berada di depan kelas aku bertemu dengan salah satu teman kelasku. “eh ika, kamu mau kemana? aku boleh ikut ngga ?” Tanyaku sedikit ragu, aku takut ika malah melapor pada bu lia bahwa aku ‘kabur’ dari dalam kelas.
“aku mau ke kantin yan, kamu mau beli sesuatu juga ? kalo gitu bareng aja sama aku.” Jawabnya tanpa banyak bertanya mengapa aku bisa keluar kelas ? Seperti mendapatkan sebuah lotre, akhirnya keinginanku untuk berjalan-jalan keluar saat jam istirahat terkabul juga.

Tanpa banyak bertanya lagi, aku berjalan di samping ika menuju ke kantin sekolah. Tak bisa aku bayangkan betapa senangnya aku karena bisa menjalani jam istirahat seperti teman-temanku yang lain, bahkan bisa ke kantin sekolah. Meski itu hanya untuk membeli makanan kecil saja.

Saat ingin balik ke dalam kelas, aku dan ika berjalan melewati lapangan sekolah dimana ada banyak anak-anak kelas 6 yang sedang bermain sepak bola, entah karena terlalu senang karena bisa keluar kelas, aku pun lupa kalau aku berbeda dengan yang lain.

Dengan santainya aku berjalan bersama dengan ika melewati beberapa anak yang sedang menggiring bola. dan tiba-tiba , seorang anak laki-laki dengan kencangnya berlari menuju ke arahku kemudian praakk..!!!

Tubuhku berputar karena hantaman dari anak laki-laki itu. aku kemudian terjatuh dengan posisi tangan kanan yang menopang tubuhku. Ketika aku hendak berdiri kembali, tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa pada tangan kananku.
Dan ketika pandanganku beralih menuju ke pusat rasa sakit itu, aku begitu terkejut karena tanganku sudah terkulai lemas seperti sebuah ranting yang patah dan menggantung pada batang pohon, seperti itulah bentuk tanganku saat itu. Aku begitu takut, sedih, dan terlebih lagi aku sangat-sangat menyesal karena tidak mendengarkan nasehat mamaku.

Saat itu aku hanya bisa menangis menahan sakit di tangan dan terlebih lagi sakit didalam hatiku.

***

To be continued…

Tinggalkan komentar