Tag Archive | AMAZING STORY…

~ THE LONG JOURNEY TO GET MIRACLE ~ 7

Chapter 3 ( part 1 )

Saat cahaya harapan yang kau lihat didalam kehidupanmu yang sulit begitu kecil.
Janganlah menyerah.
Karena meskipun kecil,tapi disana masih ada cahayanya.
Dan dengan cahaya yang kecil itu,
kau masih bisa keluar dari kegelapan dan menemukan jalan yang tepat untuk berpijak.

By: Yanne katrina.

Malam natal terburuk
~~

“Kasihanilah aku, TUHAN, sebab aku merana; sembuhkanlah aku, TUHAN, sebab tulang-tulangku gemetar,

dan jiwakupun sangat terkejut; tetapi Engkau, TUHAN, berapa lama lagi?”

~mazmur 6:3-4~

Segala sesuatunya berjalan dengan baik sejak aku dirawat oleh opa yance. Aku tidak harus mengalami ‘siksaan’ dalam masa-masa pengobatan seperti sebelumnya, dan terlebih lagi kedua orang tuaku tidak harus dipusingkan dengan biaya perawatan yang harus dikeluarkan seperti saat aku dirawat di RS.

Aku juga bisa kembali bersekolah seperti biasanya. Meskipun untuk itu aku harus benar-benar memeras otakku untuk mengejar segala ketertinggalanku selama sebulan aku sakit.

Dan Puji TUHAN meskipun harus dengan perjuangan yang besar untuk mengejar ketertinggalanku, tapi akhirnya aku bisa melewati ujian kenaikan kelas dan berhasil naik ke kelas 4 dengan nilai yang cukup memuaskan(setidaknya untuk ukuran murid yang tertinggal jauh). Akupun bisa menikmati kembali hari-hariku.

Sampai akhirnya liburan natal pun tiba. Aku begitu antusias setiap kali natal tiba, bagiku natal adalah satu-satunya saat dimana aku bisa tertawa dengan bahagia. Dimana sukacita natal bagiku akan menutupi semua dukaku. Hadiah, kue natal, liburan sekolah, kembang api, dan kebersamaan bersama keluarga besar. Bagiku itu adalah bahagiaku yang tak akan bisa digantikan dengan apapun.

“ sebelum natal, kita semua akan pergi berziarah ke makamnya opa.” Kata papa sambil menyiapkan peralatannya untuk ke bengkel.
“ wah kebetulan pa, aku belum pernah mengunjungi makamnya opa.” Jawabku dengan penuh semangat. Maklumlah, sebelum aku lahir, opa sudah meninggal jadi aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya, apalagi mengunjungi makamnya. Karena itu, ini pertama kalinya aku akan mengunjungi makamnya opa.

“ ya sudah kalau begitu, kita akan kesana pas malam natal nanti sekalian kita akan mampir ke tempat saudara-saudaranya papa disana.”

Segalanya hampir mendekati sempurna kala itu, rencana-rencana yang kami buat untuk menyambut dan merayakan natal, sepertinya mampu menutupi semua kesedihan kami akan keadaanku yang sebenarnya. Tidak ada lagi yang memikirkan bahwa aku akan mengalami hal yang sama untuk kesekian kalinya.

Hari itu tepat tanggal 24 desember. Kami semua disibukan dengan persiapan untuk menyambut malam natal dan hari natal keesokan harinya.

“ yan, kamu jangan main keluar rumah sendirian ya. Kalau sudah selesai nonton tv kamu langsung tidur siang saja dengan kakamu.” Pesan mama sebelum keluar rumah untuk mengambil paket minuman dan kue untuk dipakai besoknya.

“iya ma, selesai nonton aku akan tidur siang sama agnes.” Jawabku singkat.
Saat itu aku sama sekali tidak pernah berpikir, bahwa kejadian siang itu akan membuatku memberikan hadiah natal terburuk untuk orang tuaku, terlebih untuk diriku sendiri.

setelah selesai menonton tv, aku kembali ke kamar untuk tidur siang seperti yang mamaku perintahkan. Saat masuk ke kamar, kakaku agnes sudah berada disana dan sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk setelah selesai mandi.

“ kau sudah mandi ya.?” Tanyaku sambil merebahkan diri di tempat tidur.

“ iya, sebentar lagi kan papa akan menjemput kita untuk ke tempat saudaranya.” Jawab kakaku sambil terus menggosok-gosokan rambutnya dengan handuk agar rambutnya cepat mengering.

Saat itu posisi kakaku sedang berdiri di atas kasur tepat di bawah kakiku. Dan entah apa yang ada di pikiranku saat itu, tiba-tiba saja aku mulai menggodanya dengan menarik-narik bajunya dengan kakiku dan menyuruhnya untuk berhenti mengeringkan rambutnya.

“ sudah, berhentilah mengeringkan rambutmu dan tidur saja denganku. Lagian bukan sekarang kan papa menjemput kita?” bujukku sambil terus menarik-narik bajunya dengan jari-jari kakiku.

“ hentikan yan, kalau mau tidur, tidur saja sendiri. aku masih mau mengeringkan rambutku.” Jawabnya dengan sedikit kesal atas ulahku. Tapi bukannya berhenti, aku malah semakin menjadi-jadi menggodanya. Kakiku malah semakin genjar mempermainkan bajunya.

“ temani aku tidur siang nes, aku tidak mau tidur sendiri.” godaku lagi dengan alasan yang dibuat-buat.

“ sudah aku bilang hentikan, hentikaaan…!!!” teriaknya sambil mengayunkan handuk yang dipegangnya ke arah kakiku.

“ aahhh….!!! kakiku…,kakiku…” aku begitu terkejut ketika handuk yang berada di tanganya, tiba-tiba sudah mendarat indah di paha kiriku. Dan yang lebih mengejutkanku lagi adalah rasa sakit yang aku rasakan setelah handuk itu menghantam kakiku.

“ kamu kenapa yan, kaki kamu kenapa.?” Dengan wajah yang terkejut, kakaku menghampiriku dengan ketakutan.

“ kakiku nes, kakiku patah…” jawabku gemetar.

“ ya Tuhan…, aku tidak sengaja yan, aku benar-benar tidak bermaksud untuk membuatmu seperti ini. Aku seharusnya tidak melakukan itu…” dengan air mata yang mulai mengalir, kakaku terlihat begitu menyesal dan takut atas apa yang terjadi.

“ bagaimana ini nes?…aku takut. Ahh…kakiku sakit sekali.” Aku begitu kesakitan menahan rasa sakit dikakiku.

“ aku juga tidak tahu yan, aku juga sangat takut. Mama dan papa pasti akan memarahiku habis-habisan. Aku minta maaf yan, aku benar-benar tidak sengaja..” jawabnya dengan nada suara yang terdengar gemetar.

“ sakit nes, kakiku sakit sekali..” tangisku tak bisa lagi ku tahan. Saat itu, yang bisa kami lakukan hanyalah menagisi semuanya sampai mama kembali.

Dan setelah beberapa saat kemudian, akhirnya mama sampai juga dirumah. Mama begitu terpukul dan kecewa atas apa yang terjadi. Hari dimana seharusnya kami sekeluarga bergembira, tapi kini malah berbalik menjadi hari terburuk dalam hidup kami.

“ apa yang kamu lakukan nes..? kamu seharusnya tahu keadaan adik kamu sendiri, kamu tahu kan dia sama sekali tidak boleh jatuh apalagi dipukuli seperti itu?” dengan air mata yang tidak bisa lagi dibendungnya, mama mulai memarahi kakaku.

“ aku sama sekali tidak sengaja ma, aku tidak tahu kalau pukulan dari handuk itu akan membuat kakinya patah.” Jawab kakaku memberikan alasannya dengan terisak.

Tapi kemudian, tiba-tiba saja papa masuk ke kamar dimana kami berada. Dan tanpa basa-basi lagi papa langsung melayangkan pukulannya di tangan kakaku.

“ bukankah seharusnya kamu menjaganya ? tapi kenapa justru kamu yang membuatnya harus terbaring sakit lagi? ayo jawab, kenapaaa ?!!” teriak papa pada kakaku.

“ aku minta maaf pa, aku tidak sengaja.” Tangis kakaku semakin pecah saat papa membentak dan memukulinya.

“ apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau membuat dia seperti yanne juga.? Lagi pula dia tidak sengaja kan melakukannya.?” Jawab mama sambil menarik kakaku menjauh dari hadapan papa.

“ iya pa, agnes memang ngga sengaja. Aku lah yang lebih dulu mengganggunya.” Aku berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada papa, agar kakaku tidak lagi disalahkan dan merasa bersalah untuk apa yang terjadi. Mendengar semuanya, papa hanya bisa terduduk lemas dan menangis.

“ kenapa harus seperti ini.? Kenapa kamu harus sakit seperti ini.?” Papa tak bisa lagi menahan semua yang dia rasakan. dan malam itu, menjadi malam natal terburuk bagi kami sekeluarga. Tidak ada suka cita dimalam natal, tidak ada hadiah, apa lagi senyum bahagia saat menyambut natal. Yang ada hanyalah air mata dan duka cita yang menyelimuti hati kami semua.

***

Malam itu, kira-kira pukul 8:00 malam. Orang tuaku memutuskan untuk membawaku ke tempatnya opa yance. Karena tidak mungkin bagi mereka untuk membawaku keesokan harinya, mengingat besoknya adalah christmas day.

Dan tentunya hari itu pasti akan sulit bagi kami untuk menemukan kendaraan yang akan membawaku ke tempat opa yance. Mau tidak mau, kami harus menempuh perjalanan yang panjang malam itu untuk mengobatiku.

Dan setelah hampir 2 jam kami menempuh perjalanan ketempatnya opa yance. Akhirnya kami tiba dengan selamat. Tapi tidak bagiku, seperti biasanya aku tahu pasti apa yang akan aku alami. aku tahu rasa sakit itu akan aku rasakan lagi malam ini. Dalam hati aku terus menerus mengucapkan doa pada-NYA. Aku sangat berharap DIA bisa memutar waktu dan mengembalikanku dalam keadaan sehat. Aku begitu ketakutan, sampai-sampai ingin mati saja rasanya.

Saat mobil yang kami tumpangi memasuki halaman rumahnya opa yance. Dari kejahuan aku bisa melihatnya berdiri memandangi mobil kami dengan wajah yang terlihat penasaran. Dan saat dia melihat kalau yang berada didalam mobil itu adalah aku, raut wajahnya terlihat sedikit terkejut. Aku rasa dia penasaran apa yang membuat kami datang ditengah malam seperti ini, apalagi ini adalah malam natal.

“ mau apa kalian datang malam-malam begini?”. Tanyanya dengan nada suara yang terdengar sedikit dingin.

“ ini opa, yanne sakit lagi”. jawab mama dengan sedikit gugup.

“ lagi..?” tanyanya opa dengan kening yang mengerut, tanda tak percaya. “ memangnya apa yang dia lakukan sampai bisa sakit lagi?”

“ dia sedang bermain dengan kakanya, kemudian kakanya tanpa sengaja memukulinya dengan handuk.” Jelas mama lagi.

“ hanya dipukuli dengan handuk saja.?” Kata opa dengan nada heran. Bukan hanya opa juga, tapi orang-orang yang berada di tempat itu pun terdengar seperti tidak mempercayai apa yang dikatakan mama.

“ iya opa, kami juga tidak bisa mempercayainya. Tapi itulah yang terjadi.” Ujar mama.

“ anak ini…” kata opa dengan suara yang terdengar pelan dan seperti keheranan.

Mereka pun menurunkanku dari mobil. Dan seperti biasa juga, aku berteriak-teriak kesakitan karena goncangan yang terjadi pada kakiku yang patah.

“ aahhh !!! pelan-pelan pa…,kakiku sakit sekali..” teriakku tanpa peduli kalau hari sudah larut, atau pada semua orang yang berada disana.

“ tahan yan, sebentar lagi opa akan menyembuhkanmu. Mama janji setelah itu semuanya akan baik-baik saja. Jangan menangis lagi, nanti kamu kehilangan tenagamu.” Bujuk mama untuk menenangkanku.

“ diam !!! berteriak tidak akan mengurangi rasa sakitmu. Tahan saja.” Bentak opa seperti biasanya. Aku hanya bisa terdiam dan berusaha untuk menahan semuanya.

Opa kemudian mengambil tempat duduk dibawah kakiku dan mengambil minyak urut seperti biasanya. Dan aku sangat tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

“ berikan dia handuk kecil.” Kata opa yance pada mama. Mama pun memberikan padaku sebuah handuk kecil.

“ gigit itu.” kata opa padaku.

“ apa…??” tanyaku bingung.

“ aku sangat tidak suka mendengar teriakanmu itu, jadi gigit itu dan sumbat mulutmu, dan berusahalah agar teriakanmu tidak terdengar lagi.” katanya lagi dengan begitu dingin.

Aku pun melakukan hal yang opa perintahkan, aku memasukan sebagian dari handuk itu untuk menyumpal mulutku. Dan persis seperti yang opa katakan, aku pun menggigit handuk itu. dan tanpa basa-basi lagi, opa yance mengangkat kakiku yang patah dengan begitu kasarnya.

“ ahhh….!!! sakiiitt !!!” teriakku. Tanpa sadar, sangking sakitnya aku melepaskan gigitanku pada handuk itu.

“ kenapa handuknya kau lepaskan ?!! cepat gigit kembali dan tahan dengan kedua tanganmu.” Kata opa dengan nada suara yang mulai meninggi.

Mama yang saat itu berada disampingku, dengan segera mengambil handuknya dan menyuruhku untuk menggigitnya lagi.

“ ayo yan, gigit ini. Kalau kamu menggigitnya, kamu tidak akan terlalu merasakan sakitnya. Kamu juga bisa berteriak tanpa membuat opa marah.” Bujuk mama dengan air mata yang juga mulai mengalir dari matanya. Saat itu aku hanya bisa memandang mama dengan air mata di pipiku, kemudian mengambil handuk itu dan menggigitnya.

Saat itu, setiap detik yang terlewati bagaikan pisau yang mengiris-ngiris dagingku,aku kesakitan tapi tak bisa menghindar. Mau tidak mau, aku harus melewatinya sampai opa yance selesai mengobati kakiku.

“ sebelum memberikan dia obat, ambilkan dia makanan didalam. Setidaknya dia harus makan sesuatu.” Kata opa setelah selesai membungkus kakiku dengan perban.

Itulah sifat opa yang sebenarnya. Opa sebenarnya sangat penyayang dan penuh kasih, hanya saja dia menunjukannya dengan cara yang berbeda dengan kebanyakan orang.

Waktu menunjukan pukul 11:30 malam ketika kami meninggalkan tempatnya opa yance. Aku sama sekali tak pernah membayangkan akan menyambut hari natal dalam perjalanan pulang di tengah malam seperti ini? Bagiku, ini akan menjadi malam natal terburuk dalam perjalanan hidupku. Dan tentu saja, akan menjadi natal kelabu untuk keluarga juga bagi diriku sendiri.

***

To be Continued….

~ THE LONG JOURNEY TO GET MIRACLE ~6

Chapter 2 ( Part 2 )

 

Beberapa menit kemudian, aku melihat mama berlari ke arahku sambil menangis.

“ ya TUHAN yan.., kenapa kamu harus begini lagi? mama kan sudah beribu-ribu kali bilang sama kamu untuk hati-hati, tapi kenapa kamu sepertinya belum mengerti juga?” mama begitu emosi ketika melihat keadaanku saat itu.

Mama terlihat begitu kecewa, bingung dan tidak tahu harus berbuat apa lagi?

aku hanya bisa menangis menahan kesakitan yang sangat hebat dikakiku dan menyesali semuanya.

Tapi kemudian salah satu tanteku, istri dari adiknya papa memberikan saran sama mama untuk membawaku kesalah seorang tukang urut yang katanya bisa menyembuhkan patah tulang.

Kebetulan tempat tinggal tanteku itu dekat dengan tukang urut yang dia maksudkan. Tetapi yang menjadi kendalanya adalah, tempat tanteku itu cukup jauh. Tempatnya di luar kota dan untuk bisa tiba di desa itu, kami memerlukan waktu kira-kira hampir 2 jam.

Dan jelas sekali itu bukan suatu keuntungan bagiku. karena saat aku dibawa ke RS dulu, dalam keadaan seperti ini yang hanya memakan waktu kira-kira setengah jam saja, itu sudah sangat menyiksaku. apalagi selama 2 jam ?

Bagaimana tulang kakiku yang patah harus mengalami guncangan dalam perjalanan selama itu? pastinya perjalanan yang akan aku lalui saat ini akan jauh lebih menyakitkan dari perjalanan ke RS dulu.

Orang tuaku pun setuju untuk membawaku ke desa itu, untuk ditangani tukang urut lagi.

bagi mereka, saat itu sudah tidak ada pilihan lain lagi. karena menurut tanteku tukang urut yang satu ini sama sekali tidak mau menerima bayaran dari pasiennya, dia benar-benar murni hanya ingin membantu orang-orang yang sakit. Dan karena saat itu keuangan kami benar-benar buruk, maka mau tidak mau orang tuaku memutuskan untuk membawaku berobat ke sana.

Saat itu aku benar-benar yakin kalau hasilnya bakal sama dengan tukang-tukang urut yang sebelumnya menanganiku. Bagiku mereka hanya akan ‘menyiksaku’.

Yang aku pikirkan pun benar-benar terjadi. dalam perjalanan menuju ke desa itu, aku bagaikan berada dineraka dan disiksa dengan hebat tanpa pengampunan.

Setiap kali mobil yang kami tumpangi melewati jalan-jalan yang berlubang atau yang belokannya tajem, maka itu akan mengakibatkan goncangan dan akan membuat kakiku yang patah tergoyang, dan  itu benar-benar menyiksaku dengan sangat.

Sepanjang perjalanan aku terus merintih menahan kesakitan yang sungguh menyiksaku.

Dan akhirnya, setelah perjalanan panjang yang menyiksa, kami pun tiba di rumah tukang urut itu. Suasana rumah nya tidak jauh berbeda dengan suasana di RS.

Yang membedakan disini adalah, yang dirawat cuman khusus pasien patah tulang.

Di samping rumahnya ada sebuah rumah khusus yang disewakan pemiliknya untuk tempat nginap atau ngekost orang-orang sakit yang butuh perawatan tapi rumahnya jauh, Jadi mau tidak mau harus menginap selama beberapa hari atau mungkin beberapa minggu tergantung separah apa sakitnya. Pokonya tempat itu tidak banyak berbeda dengan RS.

 

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya si tukang urut itu muncul juga. Perasaanku semakin kacau mengingat apa yang sebentar lagi aku hadapi, ditambah lagi tukang urut itu tidak terlihat begitu ramah.

Namanya Yance Adena.

Badannya lumayan besar, usianya kira-kira 60’an , berkaca mata besar dan lumayan tebal, rambutnya sudah terlihat ubanan tapi sebagian kepalanya tertutupi oleh topi pet yang dia kenakan, belum lagi tubuhnya yang memiliki beberapa tatto.

Benar –benar membuatku yang kala itu masih berusia 7 tahun hampir mati menahan ketakutan. Apalagi saat itu aku hanya ditemani sama papa karena mama dan tanteku sedang pergi kerumah tante untuk mengambil beberapa barang.

Meskipun saat itu ada papa yang menemaniku, tapi aku lebih membutuhkan mama. karena selama ini mama lah yang bisa membuatku sedikit lebih tenang saat menghadapi saat-saat seperti ini.

Berbeda dengan papa, meskipun mama seorang wanita tapi bisa dibilang mama lah yang lebih kuat saat menghadapi keadaan seperti ini. Sedangkan papa, setiap kali melihat aku sakit papa selalu saja menangis bahkan bisa dibilang tengisannya lah yang paling histeris.

Karena itu, saat aku sadar yang menemaniku saat ini adalah papa, maka aku yakin disaat aku menangis karena kesakitan, papapun akan menangis(bahkan mungkin lebih kencang dari tangisku ?)

“ kapan dia mengalami patah tulang ?” Tanya opa yance dengan nada suara yang terdegar begitu dingin.
“ kemarin sore opa.” Jawab papaku.
“ lalu kenapa baru dibawa sekarang ?” Tanyanya lagi dengan nada suara yang terdengar sedikit marah.
“ soalnya kemarin sudah terlalu malam untuk melakukan perjalanan, makanya kami memutuskan untuk datang kemari pagi-pagi.” Papa terihat tegang juga saat berhadapan dengan opa yance.

Dia kemudian mengambil sebuah piring kecil yang berisi minyak urut dan sebuah kursi, kemudian mendekatiku yang terbaring pada sebuah kursi panjang.

Perasaanku mulai kacau, aku begitu takut membayangkan bagaimana sakitnya saat opa yance memperbaiki kakiku yang sudah seperti bukit kecil itu?

dan tanpa basa-basi lagi opa yance mengangkat kakiku yang patah seperti sebuah batang kayu biasa, dia sama sekali  tidak memperdulikan bahwa apa yang dia lakukan itu benar-benar sangat menyiksaku.

“ aaahhh… !!!  ya TUHAN… sakiiiit… !!! opa aku mohon hentikan…!” teriakku histeris menahan kesakitan sambil memohon agar opa yance menghentikan atau setidaknya sedikit lebih ‘lembut’ saat merawat kakiku.

“diam..!!! kalau mau sembuh jangan berteriak, berteriak sekuat apapun rasa sakitnya tidak akan hilang, yang ada kamu akan semakin merasa sakit.”

Bukannya membujukku agar berhenti menangis, opa yance malah membentak dan memarahiku.

“sakit…aku tidak tahan pa, aku mohon hentikan opa ini papa… TUHAN YESUS tolong aku…aku tidak kuat lagi TUHAN…” seakan tidak perduli dengan kata-kata opa yance, aku terus berteriak sejadi-jadinya karena kesakitan.

“sudah diam..!!!  kamu pikir rasa sakitmu akan lenyap dengan menangis ? tahan saja rasa sakitnya kalau mau sembuh. Sebentar lagi selesai.” Opa yance terus memarahiku dan menyuruhku untuk bisa menahan rasa sakit itu.

Jujur saja, opa yance benar-benar berbeda dengan tukang urut yang sebelumnya aku datangi. Dia sama sekali tidak terlihat lembut dalam menangani pasien-pasiennya bahkan untuk ukuran anak 7tahun sepertiku.

Dia tetap bersikap tegas dan keras. Saat pertama kali aku melihatnya pun, aku merasa ada yang berbeda dari diri opa yance, entah kenapa meskipun dia tidak begitu ramah, tapi aku masih bisa melihat kasih yang tersembunyi dibalik sikap kerasnya itu. dan aku tahu, sikapnya itu hanya karena dia tahu pasti apa yang aku rasakan.

Dia tahu sebuah kata-kata seperti “ tenang saja, tidak sakit ko’ .” atau “ tahan sebentar ya, sakitnya hanya sebentar.” Sama sekali tidak akan membuatku tidak merasakan rasa sakit.

karena itu lah opa yance lebih memilih berbicara jujur untuk membuatku kuat dan berani menghadapi rasa sakit itu. dan mungkin ini terdengar gila, tapi aku rasa caranya lah yang sepertinya membuatku setidaknya sedikit lebih kuat dalam menghadapi rasa sakit ini.

***

Saat itu kami memutuskan untuk menginap di tempat tanteku sampai aku sembuh. Mau tidak mau, aku kembali absen dari sekolahku lagi. tapi setidaknya keputusan kami untuk berobat di tempatnya opa yance tidaklah sia-sia, selain dia tidak meminta bayaran pada kami, pengobatannya pun sangat baik.

Tidak seperti tukang-tukang urut sebelumnya yang setiap kali berobat harus mengurutku lagi, opa yance sama sekali tidak se ‘extrem’ itu dalam pengobatannya.

dia hanya akan mengurut tulang yang patah saat pertama kali berobat, tapi setelah itu dia hanya kembali membuka dan mengganti perbanku kemudian hanya menggosokan minyak buatannya sendiri dibagian tulang yang patah kemudian membungkusnya kembali dengan perban tanpa mengurutnya kembali.

Itulah kehebatan tersendiri dari cara pengobatan opa yance yang membuat dia berbeda dari tukang urut yang lain. dia tidak mengandalkan cara diurut berulang kali, tetapi dia hanya mengandalkan minyak urut buatannya sendiri, karena katanya minyak itulah yang berkhasiat untuk menyembuhkan, bukan caranya mengurut.

Sebulan lebih telah berlalu, berlahan tapi pasti aku mulai pulih dari sakitku, dan jujur saja aku merasa nyaman berobat pada opa yance. Selain cara pengobatannya yang baik, aku juga sangat merasa nyaman dengan sikapnya yang jujur, keras, tapi tetap memancarkan kasih dan loyalitas yang penuh pada pekerjaannya.

Meskipun dia tidak mendapatkan imbalan yang setimpal dari semua yang dia lakukan, tapi dia tetap membuktikan bahwa apa yang dia lakukan murni untuk membantu sesama bukan untuk mencari keuntungannya sendiri, tetapi untuk memberi apa yang dia miliki untuk orang-orang yang membutuhkan pertolongannya.

Opa yance secara tidak langsung telah membuka mataku dan mengajariku apa yang dimaksudkan dengan kasih adalah memberi sepenuhnya, bukan setengah-setengah. Karena opa yance lebih memilih menghabiskan waktunya untuk mengobati orang lain. dia bahkan pernah bilang, bahwa inilah caranya untuk memancarkan kasih YESUS dalam hidup ini.

Melihat pribadi opa yance yang begitu semangat dalam menjalani hidupnya untuk menolong orang lain, aku seperti mendapatkan kembali sebuah semangat baru untuk menjalani hidupku.

Entah mengapa, sejak aku bertemu dengan opa yance aku merasa itu bukanlah suatu kebetulan. Tapi aku rasa keberadaannya dalam hidupku adalah kiriman dari TUHAN untuk menyembuhkan, menguatkan, dan menolongku dalam menghadapi semua hal buruk dalam hidupku.

Aku tidak tahu akan hal-hal yang akan aku hadapi kelak, apakah aku akan kembali sakit atau tidak lagi?  tapi yang aku tahu pasti, opa yance adalah pribadi yang BAPA kirimkan untuk menolongku.

Yaa..aku rasa dialah sang penolong yang BAPA sediakan untukku saat aku harus menghadapi hari-hari terberat dalam hidupku.

***

( Foto ini diambil, setelah aku pulang dari tempat Opa Yance )

 

To Be Continued….

~ THE LONG JOURNEY TO GET MIRACLE ~ 5

Chapter 2 ( Part 1 )

Aku merindukan bahagia itu….
Tempat dimana hanya ada tawa dan sukacita,
dimana aku aman dari dekapan air mata dan peluk erat kesedihan…
aku terus berlari, mengejarnya tanpa henti,
berharap dapat meraihnya dalam genggamanku…

Aku merindukan bahagia itu….
Tempat dimana aku bisa mengganti tangisku dengan sebuah tawa riang…
Dimana dunia terasa dibawah kendaliku dan segalanya menjadi milikku…
Aku ingin diam, terus diam didalam bahagia itu,
Dan berharap, bahagia itu terus menjadi bagian dariku,
bahkan di kehidupan selanjutnya,
aku hanya ingin bahagia…

By: Yanne katrina

Sang penolong dari-NYA
~~
“ Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung;
dari manakah akan datang pertolonganku?
Pertolonganku ialah dari TUHAN,
yang menjadikan langit dan bumi.”

~ Mazmur 121: 1-2 ~

 

 

Sebulan sudah aku dirawat di RS itu, secara medis aku memang sudah sembuh. Tapi aku belum bisa keluar dari RS karena keterbatasan biaya.

Tapi kemudian pertolongan itu datang. Ada seorang perawat di RS  yang memberikan saran pada mama untuk menghadap langsung kepada pemilik RS  untuk meminta keringanan.

Mama pun melakukan hal itu dan Puji TUHAN, bukan cuman mendapatkan keringanan tapi semua biaya perawatanku selama sebulan penuh, tidak perlu dibayar !

Aku begitu senang melihat mama untuk pertama kalinya, sejak kejadian itu tertawa dengan senangnya. Aku pun seperti merasakan kembali getaran dalam imanku pada-NYA. karena setidaknya, DIA masih mau memperhatikan dan menolongku dalam hal ini.

“sebentar lagi kita akan pulang ke rumah sayang, kamu senang kan.?” Tanya mama sambil membereskan baju-bajuku.

“mmm…tentu saja aku senang, tapi…apa aku masih bisa mengejar ketinggalanku di sekolah ma..?” Jawabku dengan mengutarakan apa yang menjadi pikiranku selama sebulan di RS ini.

Mama yang sedang sibuk beres-beres kemudian berhenti dan menghampiriku di tempat tidur.

“tentu saja yan, kamu pasti bisa mengejar pelajaranmu di sekolah. Lagian kan ibu meidi sudah janji akan membimbingmu belajar untuk mengejar ketertinggalan kamu. Mama juga sudah memutuskan untuk memindahkanmu ke sekolahnya kaka saat kenaikan kelas nanti.”

“pindah sekolah? tapi bukankah sebelumnya mereka tidak mau menerimaku kan?” Tanyaku keheranan.

“iya sayang, tapi mama akan tetap memindahkanmu ke sana, karena disana ada kakamu yang bisa menemanimu saat jam istirahat, juga ada opa lepi kan yang bisa mengawasimu juga.”

Mama menjelaskan alasan-alasan terbaik yang sudah dipertimbangkannya untuk memindahkanku ke sekolahnya kaka. Dan kebetulan juga penjaga sekolah itu adalah opaku, adik dari omaku dari sebelah mama.

Jadi aku pun merasa keputusan mama memang ada benarnya juga. Tapi aku tetap saja masih memiliki keraguan apa aku akan diterima dengan baik, atau kejadian yang sama akan terulang kembali ?

Aku masih mengingat jelas hari itu sampai saat ini, hari dimana aku ditolak untuk bersekolah di tempat itu. padahal saat itu aku sudah memakai seragam lengkap untuk bersekolah, tapi yang aku terima adalah sebuah pandangan remeh dari sang guru karena katanya aku masih terlalu muda untuk bersekolah.

Memang saat itu usiaku baru menginjak 5 tahun setengah, karena saat aku masuk ke TK usiaku baru 4 tahun setengah. Jadi katanya aku belum bisa untuk bersekolah di SD itu karena masih terlalu muda.

Mereka bahkan mengunci pintu saat aku dan mama sedang memohon-mohon agar aku bisa bersekolah. Karena itulah aku sedikit tidak suka kalau harus bersekolah di sana. Tapi karena ini adalah keputusan yang terbaik, maka aku harus menerimanya.

Setelah sebulan penuh aku terkurung di RS, akhirnya aku bisa pulang juga hari itu.

satu hal yang membuatku bisa tetap bersemangat adalah bersekolah lagi. akhirnya aku bisa bersekolah lagi meskipun tugas-tugas sekolahku sudah menumpuk, menantiku untuk mengerjakannya. Tapi aku tetap menyukainya.

Semuanya berjalan dengan baik, aku bisa naik ke kelas 3 setelah melewati ujian sekolah dengan cukup mudah, meskipun aku sempat tertinggal jauh. Tapi Puji TUHAN aku bisa lulus dengan nilai yang cukup baik.

Setelah membereskan berkas-berkas kepindahanku dari sekolah pertama, aku kemudian bersiap-siap untuk memulai hari yang baru, di sekolah yang baru.

***

“bagaimana kalau kita di usir lagi ma.?” Tanyaku ragu seraya memasukan beberapa buku ke dalam tasku.

“tenang saja yan, kamu kan sudah pernah setahun bersekolah.itu bisa menjadi bukti kuat bagi mereka untuk bisa menerimamu disana. Jadi jangan takut ya.” Jawab mama dengan berusaha menenangkanku.

Dan kata-kata mama memang benar. Aku bisa diterima bersekolah disana dengan mudah, kepala sekolah disana hanya memberikan beberapa test perkalian dan Puji TUHAN aku bisa menjawabnya dengan mudah.

Hari pertamaku bersekolah cukup menyenangkan, selain disana ada kakaku, teman-teman sekelasku juga ramah semua. Sepertinya duniaku sudah kembali pulih sejak kejadian kecelakaan itu. aku benar-benar berjanji pada diriku sendiri untuk tidak lagi jalan keluar saat jam istirahat sekolah kecuali ada yang menemani.

Setahun telah berlalu sejak sakit terakhirku . sekolahku berjalan dengan lancar dan mama bisa kembali berjualan kue untuk membantu keuangan keluarga kami. Tapi ketenangan itu tidak berlangsung lama, kejadian yang sama terulang kembali. Aku sakit lagi.

“kita mau kemana ma.?” Tanyaku pada mama soreh itu.

“kita akan kerumah pamanmu, sepupumu meninggal dunia pagi tadi.” Jawab mama sambil membereskan beberapa pakaian kami yang akan dibawah.

“jadi kita akan menginap disana ya ma..? Lama tidak ? aku dan kaka kan sekolah ?” Tanyaku lagi.

“nanti mama minta izin sama guru kalian, lagian kita di sana cuman 3 hari doang. Ngga lama ko’.”

Setelah membereskan semuanya, kami sekeluarga berangkat menuju kerumah duka. Setibanya disana, mama menitipkan aku pada saudara sepupuku yang lebih tua dariku.

“ane, tolong  jagain yanne ya. Tante mau bantuin di dapur, takutnya dia kenapa-napa kalau tante tinggal sendiri.” kata mama meminta tolong pada ka ane untuk menjagaku selama mama bekerja.

“ok tante, ntar aku jagain” jawab ka ane dengan senyumnya yang khas.

Aku kemudian dibawa sama ka ane ke rumah salah seorang tetangga di tempat itu untuk menonton tv. Awalnya ka ane menemaniku nonton, tapi kemudian tiba-tiba ka ane bilang ingin keluar sebentar.

“yanne bisa kan nonton sendiri disini? ka ane mau keluar sebentar, nanti ka ane balik lagi. bisa kan?” Tanya ka ane padaku soreh itu.

Aku hanya bisa mengangguk tanda setuju pada ka ane, meskipun sebenarnya aku sama sekali tidak ingin ditinggal sendiri, apa lagi di tempat yang tidak aku kenal.

Hampir satu jam aku menunggu kedatangan ka ane kembali ke rumah itu, tapi ka ane tidak muncul juga.

Aku mulai cemas dan takut, saat itu aku ingin sekali bertemu dengan mama, aku ingin mama membawaku bersamanya saja. Aku benar-benar tidak suka berada di tempat itu. kemudian aku melihat ka ane berjalan didepan rumah itu, aku pun memberanikan diri untuk keluar dan mengejarnya.

“ka ane.. !!! tunggu ka…!” teriakku sambil berjalan kearahnya. Tapi sialnya, jalan yang aku lewati itu penuh dengan batu. Dan bisa ditebak dengan jelas kalau akhirnya aku terjatuh dan mengalami patah tulang lagi, tapi kali ini pada paha kananku.

“ aduh kakiku…!!!” aku berteriak kesakitan sambil memegang kakiku yang patah.

Ketika mendengar teriakanku, ka ane begitu terkejut dan berlari ke arahku.

“kamu kenapa yan..? kaki kamu kenapa ?” Ka ane terlihat begitu terkejut melihat bentuk paha kananku yang sudah seperti gundukan bukit kecil. yang membuat kaki kananku berbeda 5cm dari kaki kiriku.

“kakiku patah ka…, tolong  panggilkan mama sekarang juga.” Jawabku dengan air mata yang mulai mengalir .

Aku begitu takut menghadapi kekecewaan dan kesedihan yang akan dirasakan orang tuaku. Dan terlebih lagi, aku begitu takut untuk menerima semua rasa sakit ini. Rasanya baru sebentar saja aku bernafas lega dari rasa ini, tapi lagi dan lagi aku harus kembali merasakan rasa sakit yang sama.

To Be Continued….

~ The Long Journey To Get Miracle ~ 4

Chapter 1 ( part 4 )

Hampir setahun berlalu sejak kejadian patah tangan itu. saat ini aku sudah duduk di bangku SD kelas 2. Hari-hariku berjalan seperti sebuah drama televisi yang membosankan. Tak ada yang namanya bermain-main ke rumah teman meskipun itu untuk mengerjakan tugas kelompok.

Aku selalu di khususkan oleh semua guru-guru dalam mata pelajaran apapun. kalau pun ada tugas sekolah yang harus dikerjakan secara kelompok, maka rumahku lah yang menjadi tempatnya.

Pertengahan tahun ajaran di kelas 2, aku melaluinya dengan mudah. Tidak ada pelajaran-pelajaran yang membuatku harus memeras otak. Dan hal lain yang sedikit memberikan perubahan adalah, mama tidak lagi menjagaku saat aku berada disekolah. Karena kesulitan ekonomi yang makin menghimpit kehidupan kami, mama memutuskan untuk berjualan kue keliling. Mama hanya mengantar dan menjemputku saja dari sekolah. Semua hal berjalan dengan baik sampai kejadian yang sama terulang kembali.

Siang itu, saat jam istirahat tiba. Aku berjalan bersama dua orang temanku ke kantin untuk membeli makan siang. Saat teman-temanku sedang asyik menyantap makan siang mereka, aku bilang kalau ingin ke kamar kecil sebentar, karena saat itu aku betul-betul kebelet untuk pipis. Dan aku tak mungkin menunggu mereka selesai makan.

“ kamu ngga apa-apa kan ke kamar kecil sendiri.?” tanya lisa.

“ ngga apa-apa ko, aku bisa. Kalian terusin makan aja.” Jawabku dengan tersenyum.

Jujur, aku sebenarnya ragu saat itu. tapi aku ngga enak memaksa mereka untuk meninggalkan makan siang mereka hanya untuk menemaniku ke kamar kecil. Aku kemudian memberanikan diri untuk berjalan sendiri.

Entah apa yang membuat aku tidak konsentrasi saat melangkahkan kaki dan mengakibatkan aku menginjak sebuah batu kecil yang membuatku terpeleset jatuh. Dan sudah bisa ditebak dengan jelas apa yang terjadi padaku saat itu.

aku mengalami lagi patah tulang kaki dibagian paha kiri.
Dalam ketakutan aku hanya bisa menangis sambil memegang erat kaki kiriku yang sudah terkulai lemas. Bahkan untuk berteriak minta tolong pun aku sudah tidak bisa, aku hanya terus menangis dan menangis dalam ketakutan. Aku begitu takut harus membuat orang tuaku kecewa dan kerepotan lagi karena aku sakit.

Dan kira-kira hampir sepuluh menit berlalu, tiba-tiba lisa dan ria datang untuk menyusulku. Tapi mereka begitu terkejut melihatku yang berada di tanah, menangis sambil memegang kakiku.

“kamu kenapa yan.?” Tanya ria dengan nada cemas.

“ tolong aku ri…kakiku patah, tolong panggilkan bu meidi.” Aku berusaha keras untuk menahan semuanya, menahan air mata ini, juga menahan rasa sakit yang luar biasa pada kakiku.

“ kakimu kenapa yan, kenapa bentuknya jadi seperti itu.?” tanya lisa keheranan. Aku bisa menjamin, seumur hidupnya lisa tidak pernah melihat yang namanya patah tulang. Karena dari pertanyaan dan wajahnya, aku bisa melihat jelas kebingungan yang sangat besar.

“ aku mohon lis, jangan lagi bertanya. Tolong panggilkan saja bu meidi.” Dengan terisak aku meminta mereka untuk segera mencari bu meidi, wali kelas kami. Dan dengan cepatnya mereka berdua menghilang dari hadapanku untuk memberitahukan keadaanku pada bu meidi.

Aku berteriak kesakitan saat para guru memindahkanku ke dalam kelas. aku benar-benar tak bisa menjelaskan dengan kata-kata seberapa sakitnya saat tulangku yang patah itu mengalami guncangan dalam perjalanan menuju kedalam kelas. Semuanya terasa menyakitkan, terlebih lagi saat aku melihat mamaku yang berlari menghampiriku dengan air mata dipipinya. untuk kesekian kalinya, mama menangis karena aku.

“ bagaimana kalau yanne kita bawa ke RS dimana kakaku bekerja ? setidaknya kita bisa mendapatkan sedikit keringanan disana.” Kata bu meidi pada mama.

“aku tidak tahu harus bagaimana lagi bu guru.? terserah bu meidi lah, kalo memang itu yang terbaik, kita bawa saja yanne ke sana sekarang juga.” Ujar mama yang masih terlihat tidak percaya kalau aku harus mengalami hal yang sama lagi.

“ baiklah, aku akan segera menyiapkan kendaraan untuk membawa yanne ke sana secepatnya.”

Segera setelah mendapat persetujuan dari mama, bu meidi langsung mencari kendaraan untuk membawaku ke RS dimana kakanya bekerja.

Setelah begitu banyak waktu yang aku habiskan di RS, ini kali pertamanya aku dibawa ke RS ini. Perjalanan ke RS terbilang cukup jauh, kira-kira memakan waktu hampir satu jam. Dan bisa dibayangkan betapa menyiksanya perjalanan ke RS itu bagiku.

Kakiku yang hanya dibungkus perban seadanya harus melalui guncangan-guncangan saat mobil yang kami tumpangi harus melewati beberapa jalan yang berlubang. Entah berapa banyak air mata dan teriakan yang sudah aku keluarkan, tapi rasa sakit itu sama sekali tidak bisa aku tahan. Sungguh sangat sakit rasanya.

Setibanya di RS, aku segera di bawa masuk ke salah satu ruangan yang aku sendiri pun tidak tahu itu ruangan apa ? Yang jelas, ruangan itu terlalu kecil untuk dibilang UGD, juga terlalu sunyi. Aku hanya bisa melihat ada beberapa pasien yang di tangani di ruangan itu. termasuk salah satunya aku.

Tidak lama kemudian, tiga orang perawat menghampiriku, satunya pria dan duanya wanita. Kemudian si mantri menyuruh salah satu dari perawat itu untuk mengambilkan beberapa kain perban dan kayu khusus untuk menyangga kakiku yang patah.

Ketakutanku mulai memuncak saat melihat aktifitas mereka. Aku teringat kembali kejadian-kejadian di tahun sebelumnya, dimana para perawat menangani kakiku yang patah. Aku tahu ini pasti akan menyakitkan, dan mau tidak mau, aku harus kuat.

“aduuhh…!! sakiiiit ma…, mama tolong ma ini sakit sekali !” Teriakku ketika perawat dan mantri itu mulai mengangkat kakiku untuk di perban. Seberapa besarpun aku mencoba, aku tetap dikalahkan oleh rasa sakit itu.

“tahan sedikit ya de.. kalau kamu menangis, kakimu akan semakin sakit.” Bujuk salah satu perawat itu.

“ia tidak akan kuat, bagaimana kalo dia dibius saja.?” Si mantri memberikan saran kepada dua temannya.

“aku rasa itu lebih baik, setidaknya dia tidak akan merasakan sakit ketika kita mengatur posisi kakinya.” Jawab salah satu perawat itu. dia kemudian mengambil beberapa peralatan dan obat untuk membiusku.

Mataku terus mencari-cari sosok mama, dimana mama? aku ingin mama ada disampingku saat ini. Tapi aku hanya bisa melihat mama dari balik sebuah kaca di jendela ruangan itu. aku menangis memanggil-mangil mama, tapi mama sama sekali tak di ijinkan untuk masuk, aku bisa melihat jelas betapa sedihnya mama harus membiarkanku sendiri di dalam ruangan itu. sama sepertiku, mama pun hanya bisa memandangiku sambil menangis.

Aku begitu terkejut, ketika salah satu perawat itu memakaikan sesuatu di hidungku. Bentuknya seperti sebuah topeng berwarna hitam, yang hanya menutupi separuh wajahku, yaitu sekitar hidung dan mulut. Beberapa saat setelah aku memakai alat itu, aku mulai merasa seperti di awan-awan, rasanya seperti kelelahan yang sangat dan seperti ingin tidur karena ngantuk berat. Aku hampir tidak sadarkan diri ketika aku kembali merasakan sakit di kakiku saat mereka sedang mengaturnya.

“ahh…sakit..” dengan suara yang terdengar lemas, aku masih bisa merasakan sakitnya. Meskipun reaksiku sudah tidak seperti saat pertama kali aku tiba. Tapi setidaknya dalam keadaan setengah sadarpun aku masih bisa merasakan sakit yang menusuk tajam di kakiku.

Setelah kakiku diperban dengan benar, aku kemudian di antar ke ruangan perawatan. Dan seperti biasanya, kakiku kembali di “utak-atik” disana. Mereka memakai sebuah katrol yang di pasangkan dengan sebuah tali bendera kecil pada sebuah tiang besi tepat dibawah tempat tidurku, untuk bisa menyanggah kakiku.

Kemudian kakiku di gantung kira-kira beberapa cm keatas dengan tali itu, dan di ujung tali itu, di ikatkan sebuah tas yang berisikan beberapa buah batu dengan tujuan agar kakiku dapat tertarik dan tidak bengkok saat sembuh nanti.

Bisa di tebak dengan jelas, saat para perawat melakukan semua itu, seperti biasanya aku berteriak seperti orang gila karena guncangan yang terjadi pada kakiku. Aku bahkan tidak tahu, lari kemana pengaruh obat bius yang mereka berikan padaku? karena rasa sakit itu masih jelas terasa menusuk-nusuk di kulitku.

Hari itu terasa begitu lambat bagiku, setiap menit dan detik yang aku lewati sama seperti sebuah pisau yang menyayat-nyayat setiap kulitku. Sakit dan sakit, hanya itu yang bisa aku rasakan kala itu. aku mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada DIA yang bertanggung jawab atas hidupku.

Mengapa semua yang buruk ini harus aku terima.? Aku tidak pernah lupa pada-MU disetiap aku bertemu pagi. Aku tidak pernah lupa berterima kasih pada-MU untuk sepiring makanan dihadapanku. Aku tidak pernah lupa pada-MU sebelum mataku terpejam dikala malam. Bahkan sepanjang hari-hari terberatku, hanya wajah-MU yang kucari lewat KKR-KKR bersama mamaku.

Tidak ada satu pun perintah-MU yang tak kulakukan, dan tak ada satu pun dari semua yang KAU benci kulakukan dalam hidupku. Apa salahku TUHAN? Dan apa salah kedua orang tuaku, sehingga kutuk ini harus ku tanggung seumur hidupku ? Berikanlah aku sebuah penjelasan mengapa ini harus terjadi, maka aku akan diam dan mentaati semuanya. Aku benar-benar tidak mengerti TUHAN, mengapa harus aku ?

***

To be continued…